Tuesday 9 April 2024

Merayakan Idul Fitri dengan Penuh Makna


Shalat Idul fitri adalah shalat sunah yang dikerjakan pada Hari Raya Idul fitri, pada 1 Syawal. Pada Hari Raya Idulfitri, Rasulullah SAW. selalu melaksanakan shalat id, oleh karena itu hukum shalat Idulfitri tersebut sunah muakkad (sangat dianjurkan). Pada malam Idulfitri, umat Islam disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, seperti berikut.
 .وَلِلَّهِ الْحَمْدُh,اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ

Artinya: Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar.. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar.. Dan segala Puji Hanya kepada Allah...

Pada 1 Syawal setiap muslim laki-laki atau perempuan, baik mukim atau musafir, besar maupun kecil dianjurkan melaksanakan salat Idain, bahkan perempuan yang' berhalangan pun dianjurkan berkumpul dan mendengarkan khutbah, walaupun tidak mengikuti salatnya.

Rasulullah SAW. bersabda:
عَنْ اُمَ عَطِيَّةً قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَائِقَ وَالْحُيَّاضَ وَذَاوَاتِ الْخُدُورِ. فَأَمَّا الْحُيَّاضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ {رواه البخاري ومسلم}
Artinya: "Dari Umu Athiyah ia berkata: "Rasulullah telah menyuruh kami pada hari raya Idulfitri dan Idul Adha agar kami membawa perempuan-perempuan gadis, perempuan- perempuan yang sedang haid, dan perempuan bertutup (memakai cadar) ke tempat salat hari raya. Adapun perempuan yang sedang haid mereka tidak melaksanakan shalat." (H.R. Bukhari Muslim)

1. Waktu Pelaksanaan Shalat Idulfitri

Salat dilaksanakan pada pagi hari ketika matahari terbit kira-kira setinggi tombak atau kira-kira jam 07.00 sampai selesai, setelah selesai shalat diteruskan khutbah.

Rasulullah SAW bersabda:
كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ يُعَلِّمُونَ الْعَيْدَيْنَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ رواه جماعة

Artinya: "Adalah Rasulullah SAW. Abu Bakar dan Umar melaksanakan shalat hari raya sebelum khutbah."(H.R. Jamaah)

2. Tempat Pelaksanaan Shalat Idulfitri

Shalat Idulfitri merupakan salah satu sy'ar (simbol keagungan dan kemuliaan) agam Islam. Salat Idulfitri dapat dilaksanakan di masjid atau juga di tanah lapang (tempat terbuka). Berkenaan dengan salat Id ini, Imam As-Syafii menyatakan sekiranya masjid di suatu tempat tersebut mampu menampung seluruh penduduk di daerah tersebut, maka mereka tidak perlu lagi pergi ketanah lapang (untuk mengerjakan shalat Id) karena salat Id di masjid lebih utama.
أَنَّهُ إِذَا كَانَ مَسْجِدُ البَلَدِ وَاسِعاً صَلُّوْا فِيْهِ وَلَا يَخْرُجُوْنَ .... فَإِذَا حَصَلَ ذَالِكَ فَالمَسْجِدُ أَفْضَلُ

Artinya: "Jika masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jamaah) maka sebaiknya salat di masjid dan tidak perlu keluar.... karena shalat di masjid lebih utama."

Dengan kata lain, shalat Idulfitri di masjid lebih utama karena masjid merupakan tempat yang dimuliakan dan disucikan untuk menjalankan salat.Namun, apabila masjid yang hendak digunakan tempatnya sempit dan diperkirakan tak bisa untuk menampung jamaah salat Idulfitri, disunahkan untuk menunaikannya di tanah lapang.

Shalat Idulfitri secara umum pelaksanaannya sama dengan shalat-shalat yang lain, dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, bacaannya juga sama. 
Adapun Urutan Tata cara Shalat Idul fitri sebagai berikut :
  1. Nat
  2. أَصَلِّي سُنَّةٌ لِعِبْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
  3. Takbir, pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram membaca takbir sebanyak tujuh kali, kemudian baru membaca Surah Al-Fatihah. Pada rakaat kodua membaca takbir lima kali, baru kemudian membaca Surah Al-Fatihah.
  4. Mengangkat tangan setiap kali takbir, kemudian membaca tasbih di sela-sela takbir sebagaimana berikut.
  5. سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَالله أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيَ الْعَظِيْمِ
  6. Membaca Surah Al-Ala pada rakaat pertama dan Surah Al-Gasiyah pada rakaal kedua.
  7. Imam mengeraskan suara keras (jahr) ketika membaca takbir, Surah Al-Fatihah dan surah berikutnya.
  8. Khatib memulai khutbah pertama dengan membaca takbir 9 kali dan khutbah kedua membaca takbir 7 kali.
  9. Setelah selesai shalat Idulfitri, hendaknya bersalam-salaman saling bermaafan

  1. Mandi dan berhias diri.
  2. Memakai wangi-wangian.
  3. Memakai pakaian yang terbaik (bersih). 
  4. Memperbanyak mengumandangkan takbir (ketika Idulfitri sejak malam 1 Syawal sampai selesai shalat Id).
  5. Makan sebelum shalat Idulfitri.
  6. Menempuh jalan yang berbeda pada saat berangkat dan pulang shalat Id.

Setelah selesai shalat Id, dilanjutkan khutbah Idulfitri. Pada dasarnya pelaksanaan khutbah Idulfitri sama dengan khutbah Jumat, hanya saja awal khutbah Idulfitri sebelum membaca hamdalah dianjurkan membaca takbir sebanyak 9 kali pada khutbah pertama dan 7 kali pada khutbah kedua.

Khutbah Idulfitri tidak diharuskan duduk di antara dua khutbah, tapi cukup satu khobah dan saat selesai menguraikan khutbahnya, khotib boleh langsung menutupnya dengan doa.

Doa Ucapan Selamat Hari Raya Idulfitri
تَقْبَلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ وَكُلُّ عَامٍ بِخَيْرٍ مِنَ الْعَائِدَيْنِ وَالفَائِزِيْنَ

Artinya: "Semoga Allah menerima ibadah saum kami dan anda semua. Dan setiap tahun semoga ada dalam kebaikan. Dan semoga termasuk orang-orang yang kembali kepada kesucian dan menjadi orang-orang yg beruntung."

Idul Fitri merupakan momen spesial bagi umat Islam di seluruh dunia. Hari Raya ini bukan hanya tentang perayaan dan kegembiraan, tetapi juga waktu untuk refleksi diri dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia.

1. Menjalankan ibadah dengan khusyuk:
  • Laksanakan shalat Idul Fitri dengan penuh kekhusyu'an.
  • Perbanyak membaca Al-Qur'an dan merenungkan maknanya. 
  • Lakukan zikir dan doa memohon ampunan dan rahmat Allah SWT.
2. Memperkuat silaturahmi:
  • Silaturahmi dengan keluarga, tetangga, dan sahabat.
  • Saling mengunjungi dan bermaaf-maafan.
  • Berbagi kebahagiaan dengan memberikan zakat dan sedekah.
3. Meningkatkan rasa syukur:
  • Bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
  • Renungkan kembali perjalanan spiritual selama Ramadan.
  • Buatlah komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

4. Melakukan kegiatan positif:
  • Mengadakan pengajian atau mendengarkan tausiyah.
  • Mengunjungi panti asuhan atau panti jompo.
  • Berbagi ilmu dan pengetahuan dengan sesama.
5. Menjaga kesehatan:
  • Konsumsi makanan dan minuman yang sehat.
  • Lakukan olahraga secara teratur.
  • Istirahat yang cukup.

  1. Mengadakan "open house" dan mengundang keluarga, tetangga, dan sahabat.
  2. Memasak hidangan tradisional bersama keluarga.
  3. Bermain game bersama keluarga dan anak-anak.
  4. Berbagi cerita dan pengalaman selama Ramadan.
  5. Merencanakan tujuan dan resolusi baru untuk masa depan.
Idul Fitri adalah waktu yang tepat untuk menebarkan kebaikan dan mempererat tali persaudaraan. Mari kita manfaatkan momen ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi sesama.

Semoga Idul Fitri 1445 Hijriah membawa berkah dan kebahagiaan bagi kita semua, amin.

Sunday 7 April 2024

Menggali Makna dan Manfaat Zakat Fitrah

Zakat artinya suci atau tumbuh berkembang. Disebut demikian karena zakat berfungsi untuk menyucikan harta dan hati orang yang berzakat, sedang orang yang menerimanya diharapkan ekonominya bisa tumbuh dan berkembang.
masjid besar sabilillah ngajum

Menurut pengertian syara, zakat adalah kadar harta tertentu yang harus diberikan dari orang yang mampu kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai denga syarat dan rukun yang telah ditentukan.

Zakat fitrah adalah zakat berupa makanan pokok yang wajib ditunaikan untuk setiap jiwa satu tahun sekali. Besarnya zakat fitrah adalah 2,5 kg per jiwa, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa. Hukum mengeluarkan zakat fitrah adalah wajib bagi mereka yang mampu. Artinya, jika dilaksanakan akan mendapat pahala dan jika diabaikan akan mendapat azab dari Allah SWT. Kewajiban zakat setara dengan kewajiban salat. Banyak ayat Al-Qur'an yang memerintahkan salat dengan diiringi perintah zakat. Salah satunya adalah Surah Al-Baqarah ayat 43.

وَاَقِيْمُوا الصَّلوةَ وَأتُوا الزَّ كُوةَ وَارْ كَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya:
"Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. Al-Baqarah/2: 43)
Rasulullah SAW bersabda:
 أَنَّ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَ تُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ .   رواه البخارى
Artinya:
"Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat (termasuk zakat fitrah) kepada mereka, dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka, kemudian dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang fakir di antara mereka." (H.R. Bukhari)

Rasulullah SAW. memberikan penjelasan mengenai besarnya zakat fitrah yang wajib dikeluarkan dalam sebuah hadis berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ عَنْهُ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تمرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَ الْحُرُ وَ الذَّكَرِ وَالْأَنْثَى وَالْمَغَيْرِ وَ الْكَثِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ أَمَرَ بِهَا أَنْ يُؤَدِّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya:
"Dari Umar r.a. ia berkata, "Rasulullah SAW. mewajibkan zakat fitrah sebanyak salu sha' (2.5 kg) kurma atau gandum atas setiap hamba atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, kecil atau besar dari orang Islam. Beliau menyuruh melaksanakannya sebelum orang-orang pergi salat (Idulti)" (HR. Bukhari dan Muslim)
Ukuran atau takaran untuk zakat yang digunakan adalah 1 sha atau sebesar 2,5 kilogram atau 3,2 liter dari beras yang dikonsumsi.

Rukun zakat fitrah adalah segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan zakat fitrah. Jika tidak ada salah satunya, zakat fitrah tersebut tidak sah. Rukun zakat fitrah antara lain : 
  1. Niat untuk menunaikan zakat fitrah dengan ikhlas, semata-mata karena mengharap rida Allah SWT.
  2. Ada orang yang menunaikan zakat fitrah.
  3. Ada orang yang menerima zakat fitrah.
  4. Ada barang atau makanan pokok yang dizakatkan.
  5. Waktu pengeluaran zakat sudah sesuai dengan ajaran Islam.
  6. Besamya zakat fitrah yang dikeluarkan sesuai dengan ajaran Islam.
masjid besar sabilillah ngajum

Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut :
  1. Beragama Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak wajib menunaikan zakat fitrah. Jika ia menunaikan zakat fitrah, maka zakatnya tidak sah.
  2. Mempunyai kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya pada malam Hari Raya Idul fitri.
  3. Masih hidup saat terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan. Jika seseorang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan, dia tidak wajib menunaikan zakat fitrah. Bayi yang lahir sebelum maghrib di akhir Ramadan berarti wajib dizakati, sedang yang lahir sesudah maghrib tidak wajib dizakati.

Zakat termasuk ibadah mahdah, yakni ibadah yang sudah diatur secara rinci tata cara pelaksanaannya, termasuk yang berhak menerimanya. Orang yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) diterangkan Allah SWT. dalam Surah At-Taubah ayat 60.

إِنَّمَا الصَّدَقْتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسْكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana." (QS. At-Taubah/9: 60)
Berdasarkan surat At-Taubah 60 tersebut, yang berhak menerima zakat ada 8 golongan, yaitu:
  1. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan, ada juga yang berpendapat mempunyai harta dan pekerjaan, tetapi hanya dapat mencukupi setengah keperluan hidupnya. Dengan kata lain, fakir adalah orang yang sangat berkekuranga
  2. Miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan, tetapi tidak mampu mencukupi keperluan hidupnya (serba kekurangan).
  3. Amil zakat adalah orang yang bekerja mengumpulkan dan membagikan zakat, sedangkan ia tidak mendapat upah selain zakat.
  4. Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam sehingga imannya dikhawatirkan belum kuat. 
  5. Riqab (budak) adalah orang yang sudah dijanjikan oleh pemiliknya bahwa ia boleh menebus dirinya. Jadi, budak itu diberi zakat untuk menebus kemerdekaan dirinya. 
  6. Ghorim adalah orang yang banyak mempunyai utang.
  7. Sablillah adalah suatu kemaslahatan (kebaikan) pada umumnya yang diridai Allah SWT. 
  8. Ibnu sabil adalah orang yang sedang mengadakan perjalanan (musafir) dalam rangka mencari rida Allah SWT.

Ketika akan membayar zakat fitrah, sebaiknya kita bemiat terlebih dahulu. Segala sesuatu tergantung kepada niatnya. Begitu pula dalam hal berzakat.
Lafal niat membayar zakat fitrah adalah sebagai berikut.
Artinya:
نويْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِي فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah atas diri saya sendiri, Fardhu karena Allah Ta'ala Bagi orang yang menerima zakat fitrah sepatutnya bersyukur dan berterima kasih dan mendoakan orang yang mengeluarkan zakat. Doa yang dibaca oleh orang yang menerima zakat adalah sebagai berikut.
Artinya:
أَجْرَكَ اللَّهُ فِيمَا أَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيمَا أَنفَيْتَ وَجَعَلَ اللَّهُ لَكَ طَهُورًا
"Semoga Allah memberikan pahala dari apa yang engkau berikan, dan semoga Allah memberkahi harta yang masih tersisa padamu, serta semoga Allah menjadikan dirimu
suci bersih.

Makna Zakat Fitrah : Mensucikan Diri: Zakat fitrah diibaratkan sebagai pembersih jiwa dari dosa dan kesalahan selama Ramadhan.
Penyuci Harta : Zakat fitrah membersihkan harta yang dimiliki dan menjadikannya lebih berkah.
Kesempurnaan Ibadah Puasa : Zakat fitrah menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan.
Bentuk Kepedulian Sosial : Zakat fitrah membantu fakir miskin dan meringankan beban mereka.

Manfaat Bagi Muzakki (Pembayar Zakat) :
  1. Mensucikan diri dan harta.
  2. Menyempurnakan ibadah puasa.
  3. Mendapatkan pahala dari Allah SWT.
  4. Menumbuhkan rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama.

Manfaat Bagi Mustahik (Penerima Zakat) :
  1. Memenuhi kebutuhan pokok.
  2. Merasa terbantu dan diperhatikan.
  3. Meningkatkan taraf hidup.
  4. Meringankan beban ekonomi.

Manfaat secara umum, zakat fitrah :
  1. Memperkuat ukhuwah Islamiah.
  2. Mewujudkan keadilan sosial.
  3. Mencegah kesenjangan sosial.

Oleh karenanya Zakat fitrah memiliki makna dan manfaat yang luar biasa, baik bagi muzakki maupun mustahik. Zakat fitrah tidak hanya membersihkan diri dan harta, tetapi juga membantu fakir miskin dan mewujudkan keadilan sosial.

Wednesday 13 March 2024

Rahasia Kemenangan Doa dan Amalan Sunnah Saat Berbuka Puasa


Berbuka adalah hal yang paling ditunggu oleh orang berpuasa. Nabi Muhammad saw bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

Artinya: “Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya.” (HR Muslim).

Ada berbagai amalan sunnah berbuka puasa yang perlu diperhatikan agar keutamaan berpuasa dapat diraih secara sempurna.

Selain itu, amalan sunnah berbuka puasa merupakan hal yang ringan dilakukan tetapi bisa mendatangkan pahala yang luar biasa jika dikerjakan.

Amalan sunnah berbuka puasa memiliki banyak terdapat manfaat yang terkandung. Berikut ini adalah amalan sunnah dan doa buka puasa. Amalan Sunnah Buka Puasa Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan beberapa kesunnahan berbuka puasa. Di antaranya adalah sebagai berikut:
  • Menyegerakan berbuka puasa ketika sudah yakin matahari telah terbenam.
  • Berbuka dahulu sebelum shalat Maghrib.
  • Berbuka dengan kurma. (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut, Dar Ibnu Hazm], halaman 273).
Ada beberapa doa yang dibaca oleh umat Muslim untuk berdoa ketika berbuka puasa. Yang paling utama adalah dua doa ma’tsur yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yaitu:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Artinya: “Ya Allah hanya untuk-Mu kami berpuasa dan atas rezeki yang Engkau berikan kami berbuka.” (HR. Abu Dawud). Baca Juga Inilah Doa Lengkap Berbuka Puasa

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله

Artinya: “Telah hilang rasa haus, urat-urat telah basah, dan pahala menjadi tetap, insyaallah.” (HR Abu Dawud).

Syekh Zainuddin Al-Malibari merinci dua doa tersebut secara praktis. Bila orang berbuka dengan air, maka dianjurkan membaca keduanya, sedangkan bila tidak menggunakan air, maka cukup dengan doa yang pertama.

ويسن أن يقول عقب الفطر: اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت ويزيد - من أفطر بالماء -: ذهب الظمأ، وابتلت العروق، وثبت الأجر إن شاء الله تعالى

Artinya, “Disunnahkan membaca doa setelah selesai berbuka, “Allohumma laka shumtu wa‘ala rizqika afthorthu”. Bagi orang yang berbuka dengan air ditambahkan doa: “Dzahabadh dhamâ’u wabtalatil-‘urûqu wa tsabatal-ajru insyâ-allâh.” (Al-Malibari, 27).

Perlu digarisbawahi, waktu kesunnahan membaca doa di atas adalah setelah berbuka, bukan sebelumnya ataupun di tengah-tengahnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha dalam kitab I'anatut Thalibin:

وقوله: عقب الفطر، أي عقب ما يحصل به الفطر، لا قبله ولا عنده

Artinya: “Maksud sunah berdoa setelah berbuka adalah sunah berdoa setelah melakukan hal yang membatalkan puasa, bukan sebelumnya dan bukan saat melakukannya.” (Muhamamd Syatha, I’anatut Thalibin, juz II, halaman 279).

Doa dan amalan sunnah saat berbuka puasa memiliki rahasia kemenangan yang luar biasa. Di balik rasa lapar dan dahaga yang tertahan selama seharian, terdapat momen istimewa untuk meraih limpahan pahala dan keberkahan dari Allah SWT.

Rahasia kemenangan tersebut terletak pada:
1. Keistimewaan Waktu Berbuka Puasa:
  • Saat berbuka, pintu rahmat Allah SWT terbuka lebar. Doa-doa yang dipanjatkan lebih mudah dikabulkan.
  • Momen ini termasuk waktu mustajab untuk memohon ampunan, rezeki, dan berbagai hajat lainnya.
2. Keutamaan Doa Berbuka Puasa:
  • Rasulullah SAW telah mengajarkan doa khusus untuk berbuka puasa yang mengandung berbagai kebaikan.
  • Doa ini memohon ampunan, limpahan rahmat, dan kemudahan dalam menjalani ibadah puasa.
3. Amalan Sunnah yang Memperkaya Pahala:
  • Melakukan amalan sunnah seperti menyegerakan berbuka, mendahulukan orang lain, dan bersedekah, akan menambah pahala dan keberkahan.
  • Amalan-amalan ini mencerminkan rasa syukur, kepedulian, dan kemurahan hati yang diutamakan dalam Islam.
Berikut beberapa tips untuk memaksimalkan rahasia kemenangan doa dan amalan sunnah saat berbuka puasa:
  • Memperbanyak doa dan dzikir: Gunakan momen berbuka untuk memanjatkan doa-doa terbaik, baik doa yang diajarkan Rasulullah SAW maupun doa pribadi.
  • Melakukan amalan sunnah: Segera berbuka, dahulukan orang lain, bersedekah, dan amalkan sunnah lainnya.
  • Menjaga kekhusyu'an: Rasakan ketenangan dan kekhusyu'an saat berbuka dan memanjatkan doa.
  • Menyebarkan kebaikan: Ajak orang lain untuk bersama-sama meraih kemenangan di momen istimewa ini.
Dengan memahami rahasia kemenangan doa dan amalan sunnah saat berbuka puasa, mari jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk meraih pahala dan keberkahan yang berlimpah.

Referensi:
Hadits tentang Doa Berbuka Puasa: URL Hadits tentang Doa Berbuka Puasa
Amalan Sunnah Saat Berbuka Puasa: URL Amalan Sunnah Saat Berbuka Puasa
Keutamaan Berbuka Puasa: URL Keutamaan Berbuka Puasa

Catatan:
Pastikan untuk selalu mengecek sumber informasi yang terpercaya untuk mendapatkan informasi yang valid.
Doa dan amalan sunnah merupakan bagian dari ikhtiar, dan hasil akhir tetaplah milik Allah SWT.
Semoga informasi ini bermanfaat!

Tuesday 19 December 2023

Apakah Makan Bisa Membatalkan Wudhu?

Apakah Makan Bisa Membatalkan Wudhu? Pertanyaan tentang apakah makan membatalkan wudhu menjadi salah satu masalah fiqih yang sering ditanyakan oleh masyarakat. Hal ini karena makan dan minum merupakan aktivitas yang sering dilakukan, sehingga wajar jika ada keraguan tentang apakah aktivitas tersebut membatalkan wudhu atau tidak.

Menurut Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab makan dan minum bukan termasuk perbuatan yang membatalkan wudhu, baik makan makanan yang dimasak di atas api (listrik), seperti gulai ikan, rendang, tengkleng dan semisalnya, ataupun makanan yang tidak memerlukan api untuk memasaknya, seperti apel, jeruk, salak, dan buah-buahan lainnya.

Untuk itu, orang yang sudah berwudhu, sebelum shalat kemudian makan, maka makanan tersebut tidak membatalkan wudhunya, terlepas dari jenis makanan atau bagaimana cara memasaknya. Simak penjelasan Imam An-Nawawi berikut:

ومذهبنا أنه لا ينتقض الوضوء بشيء من المأكولات، سواء ما مسته النار وغيره غير لحم الجزور وفي لحم الجزور بفتح الجيم وهو لحم الإبل قولان، الجديد المشهور لا ينتقض، وهو الصحيح عند الأصحاب والقديم أنه ينتقض

Artinya, "Menurut mazhab kami, wudhu tidak batal dengan sesuatu yang dimakan, baik yang dimasak maupun tidak, kecuali daging jazur (onta). Dalam hal daging jazur (dengan dibaca fathah huruf jim-nya, yaitu daging unta), terdapat dua pendapat. Pendapat qaul jadid yang masyhur adalah tidak batal, dan ini adalah pendapat sahih menurut para ulama Ashab. Sementara qaul qadim menyatakan makan daging jazur membatalkan batal. (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, jilid II, halaman 65).

Hal ini selaras dengan hadits yang bersumber dari riwayat Jabir bin Abdullah, bahwa pada masa Rasulullah saw, beliau dan para sahabat setelah wudhu sering sekali makan terlebih dahulu, kemudian baru melaksanakan shalat, tanpa wudhu kembali. Artinya, makan bukanlah perkara yang membatalkan wudhu seseorang.

أنَّهُ سَأَلَهُ عَنِ الوُضُوءِ ممَّا مَسَّتِ النَّارُ، فَقالَ: لَا، قدْ كُنَّا زَمَانَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا نَجِدُ مِثْلَ ذلكَ مِنَ الطَّعَامِ إلَّا قَلِيلًا، فَإِذَا نَحْنُ وجَدْنَاهُ لَمْ يَكُنْ لَنَا مَنَادِيلُ إلَّا أكُفُّنَا وسَوَاعِدُنَا وأَقْدَامُنَا، ثُمَّ نُصَلِّي ولَا نَتَوَضَّأُ

Artinya; "Bahwa Sa'id bin Al-Harits bertanya kepada Jabir bin Abdillah tentang wudhu dari makanan yang terkena api, lalu ia menjawab: "Tidak. Dahulu pada masa Nabi saw kami tidak menemukan makanan seperti itu kecuali sedikit. Jika kami menemukannya, kami tidak memiliki sapu tangan kecuali telapak tangan, lengan, dan kaki kami. Kemudian kami shalat dan tidak berwudhu." (HR Al-Bukhari).

Sementara itu, Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawil Kabir, Jilid I, halaman 205 bahwa mayoritas ulama, termasuk Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan seluruh tabi'in, menyatakan bahwa makan makanan yang terkena api, termasuk makan daging unta tidak akan membatalkan wudhu.

فأما الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ: فِي أَكْلِ مَا مَسَّتِ النَّارُ فلا ينقض الوضوء بحال، وبه قال في الصَّحَابَةِ الْخُلَفَاءُ الْأَرْبَعَةُ، وَابْنُ مَسْعُودٍ وَكَافَّةُ التَّابِعِينَ، وَجُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ، وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ بِوُجُوبِ الْوُضُوءِ بِهِ مِنْ أَكْلِ لَحْمِ الْجَزُورِ دُونَ غَيْرِهِ

Artinya, "Adapun masalah kedua, yaitu tentang makan makanan yang terkena api, maka tidak membatalkan wudhu dalam keadaan apapun. Pendapat ini dipegang oleh para sahabat, yaitu empat khalifah, Ibnu Mas'ud, seluruh tabi'in, dan mayoritas ulama. Sementara Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa makan daging unta mewajibkan wudhu (membatalkannya), tetapi tidak untuk daging lainnya. (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, jilid I, halaman 205).

Penjelasan serupa tentang tidak batalnya wudhu karena memakan makanan yang dimasak dengan api atau listrik juga diungkapkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi 'ala Muslim. Ia mengatakan kendatipun ada ulama yang mengatakan bahwa seharusnya berwudhu setelah makan makanan yang dipanaskan di api, namun menurut jumhur ulama dari salaf dan khalaf pendapat yang masyhur adalah tidak wajib wudhu setelah makan. Lihat penjelasan Imam An-Nawawi berikut:
وقد اختلف العلماء في قوله صلى الله عليه وسلم: توضئوا مما مست النار. فذهب جماهير العلماء من السلف والخلف إلى أنه لا ينتقض الوضوء بأكل ما مسته النار. ممن ذهب إليه أبو بكر الصديق رضى الله عنه، وعمر بن الخطاب، وعثمان بن عفان، وعلي بن أبي طالب، وعبد الله بن مسعود، وأبو الدرداء، وابن عباس، وعبد الله بن عمر وأنس بن مالك، وجابر بن سمرة، وزيد بن ثابت، وأبو موسى، وأبو هريرة، وأبي بن كعب، وأبو طلحة، وعامر بن ربيعة، وأبو أمامة وعائشة رضى الله عنهم أجمعين. وهؤلاء كلهم صحابة. وذهب إليه جماهير التابعين وهو مذهب مالك، وأبي حنيفة، والشافعي، وأحمد، وإسحاق بن راهويه، ويحي بن يحي، وأبي ثور، وأبي خيثمة رحمه الله
Artinya : "Para ulama berbeda pendapat mengenai sabda Nabi Muhammad saw: "Berwudhulah dari sesuatu yang terkena api." Mayoritas ulama dari kalangan Salaf dan Khalaf berpendapat bahwa wudhu tidak batal dengan memakan sesuatu yang terkena api. Di antara mereka yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Abu Darda', Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Samurah, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy'ari, Abu Hurairah, Abu Bakar bin Ka'ab, Abu Thalhah, Amir bin Rabi'ah, Abu Umamah, dan Aisyah. Mereka semua adalah para sahabat Nabi Muhammad saw.

Mayoritas tabi'in juga berpendapat demikian, dan ini adalah mazhab Malik, Abu Hanifah, As-Syafi'i, Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, Yahya bin Yahya, Abu Tsaur, dan Abu Khaitsamah. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi 'ala Muslim, jilid II, halaman 66). Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan apakah makan membatalkan wudhu, adalah tidak. Jadi makan dan minum pada dasarnya tidak membatalkan wudhu. Kendatipun ada beberapa ulama yang mengatakan batal, namun yang kuat adalah tidak membatalkan wudhu.

Pada sisi lain, meskipun tidak membatalkan wudhu, sebaiknya seseorang yang ingin shalat setelah makan, seyogianya berkumur-kumur atau minum, agar sisa makan yang tersangkut di giginya bisa dihilangkan. Hal ini penting untuk menjaga agar shalat tidak batal, sebab makan sisa makanan yang ada di mulut termasuk perkara yang membatalkan shalat. Wallahu a'lam.

Para Ulama Besar Islam Yang Berasal Dari Palestina

Para Ulama Besar Islam Yang Berasal Dari Palestina. Bumi Palestina dikenal dengan buminya para nabi dan melahirkan para ulama besar dalam Islam yang karya-karyanya hingga saat ini terus dipelajari, dibaca, dan didiskusikan oleh banyak orang. Tentunya wilayah Palestina saat ini memiliki nama-nama yang beda sebelum lahirnya negara bangsa.

Misalnya wilayah Palestina di zaman Nabi Ibrahim as dan setelahnya dinamakan Syam. Sedangkan pada wilayah-wilayah tersebut populer juga dengan sebutan Damaskus di era dinasti Umayyah dan setelahnya, sehingga nama Palestina belum populer seperti sekarang.

Berikut ini para ulama yang berasal dari Palestina:

Imam asy-Syafi’i atau Muhammad bin al-Mathlabi al-Hasyimi al-Qurasyi adalah ulama besar yang lahir di Ghaza, Palestina. Dalam Manaqib asy-Syafi’i jilid I, halaman 73, Al-Baihaqi menceritakan bahwa Imam Syafi’i sendiri yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Ghaza. Imam Syafi’i berkata:

وُلدتُ بغزة سنة خمسين ومئة، وحُملت إلى مكة وأنا ابن سنتين

Artinya, “Aku lahir di Gaza tahun 150 H, dan aku dibawa ke Makkah sedang umurku saat itu adalah dua tahun.” Salah satu ilmu yang dikuasai oleh Imam Syafi’i adalah ilmu syair, sehingga termaktub dalam Mu’jam al-Buldan jilid II, halaman 202, syair beliau tentang kerinduannya kepada tempat kelahirannya, yaitu:

وإنّي لمشتاقٌ إلى أرضِ غزَّةَ * وإن خانَني بعدَ التفرُّق كِتماني
 سقَى اللهُ أرضا لو ظفرتُ بتُربِها * كَحَلتُ به من شِدّة الشوقِ أجفاني

Dan aku merindukan tanah Gaza * meskipun rahasia mengkhianatiku setelah perpisahan.

Tuhan mengairi tanah itu, jika aku dapat menemukan tanahnya * maka kelopak mataku akan memerah karena kerinduan yang sangat besar. Al-Qadhi ‘Iyadh dalam Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik jilid III, halaman 179 menceritakan suatu hari seorang qadhi pemerintah ‘Abbasiyyah, Harun bin ‘Abdullah az-Zuhri bermalam di kediaman Imam Syafi’i di Gaza. Kala itu Imam Syafi’i sudah masyhur dan dikenal banyak orang. Malam itu beliau sedang menulis kitab. Harun pun bertanya: “Engkau membuat dirimu lelah, begadang, membuang-buang minyak, dan menulis buku-buku yang bertentangan dengan mazhab masyarakat Madinah, siapakah yang akan meliriknya?” Imam Syafi’i menjawab bahwa ijtihadnya berbeda jauh dengan gurunya, Imam Malik bin Anas, dan beliau yakin suatu hari apa yang dituliskannya akan bermanfaat bagi banyak orang.

2. Ibnu Qudamah
‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah bin Miqdam al-Maqdisi adalah seorang pemimpin dan pembesar Mazhab Hanbali yang karyanya menjadi pedoman dalam mazhab tersebut, yakni al-Mughni. Beliau lahir pada 541 H di Jama’in desa di Nablus, sebuah kota di bawah otoritas Palestina di tepi Barat. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala, [Beirut: Muassasah ar-Risalah, t.t], jilid XXII, hal. 165).

3. Ibnu Ruslan
Ibnu Ruslan atau Ahmad bin Husain bin ‘Ali bin Arsalan al-Maqdisi lahir di Ramallah, sebuah kota di pusat Tepi Barat Palestina tahun 777 H. Beliau merupakan salah satu ulama besar Mazhab Syafi’i. Setelah tinggal di Ramallah, beliau pindah ke Al-Quds dan disemayamkan di sana. (Khairuddin az-Zarkali, Mausu’atul A’lam) Karya yang pernah ditulisnya adalah Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad beserta syarahnya, juga syarah-syarah terhadap kitab hadits lainnya selain Sunan Abi Dawud. Ibnu Ruslan dikenal sebagai orang yang dikabul doa-doanya, tidak memakan makanan yang haram, tidak berkata kasar dan kotor, dan suka menghidupkan malamnya dengan berdoa dan istighfar. (Walid bin Ahmad, al-Mausu’ah al-Muyassirah, [Britania: Majalatul Hikmah, 2003], jilid I, hal. 183).

4. Ibnul Muflih
Ibnu Muflih atau Abu Ishaq Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Muflih. Beliau lahir di Ramin, sebuah desa di timur laut Tepi Barat Palestina tahun 816 H dan wafat pada 884 H. (Syamsuddin adz-Dzahabi, al-Mu’jam al-Mukhtash lil Muhadditsin, [Maktabah ash-Shadiq], jilid I, hal. 266). Beliau adalah ahli fikih Mazhab Hanbali, dan pernah menjadi hakim di Damaskus beberapa kali. Di antara karya-karyanya adalah Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad.

5. Ibnu Washif al-Ghazzi
Muhammad bin al-‘Abbas bin Washif al-Ghazzi dikenal sebagai asy-Syaikh al-Musnid al-Kabir. Beliau merupakan ulama ahli hadits dan fikih dalam Mazhab Maliki, sebagaimana penutuan adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala jilid XII, halaman 345. Di antara guru-gurunya adalah al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi, Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani. Murid-muridnya di antaranya adalah Abu Sa’d al-Malini dan Muhammad bin Ja’far al-Mayamasi. Ibnu Washif al-Ghazi wafat pada tahun 372 hijriah pada usia lanjut. (Ath-Thayyib bin ‘Abdillah al-Hadhrami, Qiladatun Nahrfi Wafayat A’yan ad-Dahr, [Jeddah: Darul Minhaj, 2008], jilid III, hal. 241).

6. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi
Beliau memang tidak lahir di Palestina, akan tetapi beliau menghabiskan sisa hidupnya di Gaza, wafat dan disemayamkan di sana, sebagaimana penuturan adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam jilid XIV, halaman 335. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi merupakan ulama ahli qiraat, ahli bahasa, sastra dan juga ahli hadits. Beliau sering mengadakan kunjungan ke berbagai negara untuk bertemu para ulama di Mesir, Damaskus, Naishabur dan Gaza.

7. Syamsuddin Muhammad bin Khalaf al-Ghazi
Muhammad bin Khalaf bin Kamil bin ‘Athaillah, dikenal dengan julukan Syamsuddid, lahir di Gaza pada tahun 616 hijriah dan bermazhab syafi’iyyah dan menguasai kitab karya Imam ar-Rafi’i dan juga al-Mathlab karya Ibnu Rif’ah. Muhammad bin Khalaf dikenal sebagai ahli ibadah, lemah lembut dan baik hati. Ia menulis sebuah karya yang berjudul Maydanul Fursan fil Fiqh sebanyak lima jilid. Tokoh ini wafat di Kairo pada malam Ahad, 24 Rajab tahun 770 hijriah (Taqiyuddin al-Maqrizi, al-Mufti al-Kabir, [Beirut: Darul Gharbil Islamiy, 2006), jilid V, hal. 338).

8. Syamsuddin bin al-Ghazi
Syamsuddin Abul Ma’ali Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Zaynal ‘Abidin al-‘Amiri al-Ghazi, lahir pada 1096 H di Gaza dan wafat pada 1167 H di Damaskus. Beliau seorang ahli sejarah dan ahli fikih Mazhab Syafi’i, juga seorang mufti syafi’iyyah di Damaskus. (Syamsuddin bin al-Ghazi, Diwanul islam, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), hal. 10). Di antara karyanya adalah Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam’il Jawami’, dan lain-lain. (Khairuddin az-Zarakli, al-A’lam, [Beirut: Darul ‘Ilm lil Malayin), jilid VI, hal. 197).

9. Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi
Muhammad bin Muhammad al-Ghazi adalah seorang ahli sejarah yang memiliki karya monumental berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah, ensiklopedia yang memuat tokoh-tokoh paling menonjol di abad 10 hijriah. Beliau lahir di Gaza dan wafat di Damaskus. (Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi, al-Kawakib as-Sairah, [Beiru: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997], jilid I, hal. IX).

Demikianlah beberapa ulama yang lahir di tanah Palestina. Adapun Ibnu Hajar al-‘Asqallani dinisbatkan pada ‘Asqallan atau Ashkelon, sebuah desa di jalur Gaza yang kini berada dalam otoritas negara Israel, karena nenek moyangnya berasal dari daerah tersebut.

Source: islam.nu.or.id

Tuesday 24 October 2023

Tokoh Islami Ibnu Khaldun Pencetus Peradaban Manusia

Tokoh Islami Ibnu Khaldun Pencetus Peradaban Manusia
Ibnu Khaldun mungkin adalah salah satu intelektual yang memberikan kontribusi baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Oleh karena itu, tidak salah jika banyak intelektual dan cendekiawan yang menganggapnya sebagai ilmuwan modern. Teori ashabiyah merupakan contoh kehati-hatian dan kecerdasan Ibnu Khaldun dalam menganalisis permasalahan politik dan kebangsaan. Dimana asabiyyah merupakan kunci lahir dan terbentuknya suatu negara.

Sebaliknya jika unsur asabiyah suatu negara melemah maka negara tersebut terancam bangkrut. Alhasil, teori asabiyyah menjadi sumber inspirasi gerakan politik modern.

Mengutip buku Seratus Muslim Luar Biasa karya Jamil Ahmad, Ibnu Khaldun lahir dengan nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid yang kemudian mendapat gelar Waliyyuddin. Beliau dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H dan meninggal di Kairo, Mesir pada tanggal 25 Ramadhan 808 H.

Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh Islam yang luar biasa, pada masanya ia dikenal sebagai peneliti pionir yang memperlakukan sejarah sebagai ilmu dan memberikan alasan-alasan yang mendukung fakta-fakta yang terjadi. Ibnu Khaldun juga terkenal sebagai sarjana sosiologi, ekonomi dan politik serta terlibat dalam politik praktis. Meski terlahir dari keluarga kaya raya, kehidupan mudanya tidaklah mudah. Orang tuanya meninggal ketika dia masih remaja, jadi dia berjuang untuk membangun karier untuk dirinya sendiri.

Ibn-Khaldun menulis beberapa karya, termasuk otobiografi dan "The Muqaddimahandquot; yang terkenal; membuatnya terkenal hingga saat ini. Buku ini tidak pernah kehilangan arti pentingnya, dan para sejarawan telah mengakui pentingnya karya-karya Ibn-Khaldun selama berabad-abad.

Istilah ashabiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti semangat kelompok atau partai. Merujuk pada argumentasi Charles Issaw dalam Paradigma Pembangunan Masyarakat karya Wendy Melfa yang menyatakan bahwa ashabiyah merupakan kekuatan pendorong di belakang kekuasaan dan pendukungnya.

Ashabiyah sebagaimana diungkapkan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah adalah kecintaan/fanatisme seseorang terhadap nasab, keluarga, dan golongannya. Perasaan cinta dan kasih sayang muncul secara alami sebagai hakikat manusia, yaitu anugerah dari Tuhan. Karakter ini menunjukkan sikap tolong menolong dan tolong menolong satu sama lain.

Lebih lanjut Ibnu Khaldun mengatakan Ashabiyah berawal dari pengagungan ikatan darah yang merupakan fitrah manusia. Membangkitkan emosi untuk mencegah bahaya atau bencana, orang merasa malu ketika orang atau kerabatnya diperlakukan tidak baik atau diserang. Ini adalah contoh dari dorongan tabiand#039; pada manusia sejak manusia muncul di dunia.

Menurut Ibnu Khaldun, dalam bukunya Muqaddimah, dalam uraiannya tentang peran sosial ashabiyah, ia mengatakan bahwa ashabiyah adalah tatanan sosial yang menyatukan suatu bangsa. Kemudian asabiyyah mempunyai dua peranan dalam masyarakat, yaitu menumbuhkan solidaritas dan kekuatan sosial dalam semangat kelompok dan menyatukan berbagai asabiyyah yang berseberangan menjadi suatu kelompok masyarakat yang besar dan bersatu.

Kemudian asabiyyah merupakan kekuatan politik yang mendorong terbentuknya suatu negara atau dinasti. Ashabiyah membutuhkan seorang pemimpin, yaitu seseorang yang mendapat dukungan dari keluarga dan pengikutnya. Dalam konsep asabiyah tidak semua orang bisa menjadi pemimpin karena kepemimpinan dicapai melalui kemenangan, sehingga asabiyah yang memimpin harus lebih kuat dari asabiyah lainnya untuk mencapai kemenangan. Asabiyah itu tentang kekuasaan.

Alasan Kemunduran Islam Menurut Ibnu Khaldun
Dalam tahapan perkembangan suatu negara, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa masyarakat melewati tahapan yang bertahap. Umur bumi biasanya hanya tiga generasi, salah satunya 40 tahun, sehingga umur bumi hanya 120 tahun. Ketiga generasi tersebut mempunyai lima tahapan yang harus dilalui, yaitu:

1. Tahap penciptaan negara
Tahap pertama ini tercipta hanya melalui asabiyyah (solidaritas sosial). Sebab dengan adanya asabiyyah menjadikan manusia bersatu untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu melindungi diri dan mengusir atau mengalahkan musuh.

2. Tahap sentralisasi kekuasaan
Menurut Ibnu Khaldun, tahapan itu merupakan kecenderungan alamiah pada manusia. Ketika pemimpin melihat bahwa kekuasaannya sudah mengakar, dia mencoba menghancurkan asabiyya, memonopoli kekuasaan dan menyingkirkan anggota asabiyya dari roda pemerintahan. 3. Fase kekosongan dan relaksasi

Menurut Ibnu Khaldun, tahap ketiga ini adalah tahap menikmati buah-buah kekuasaan yang datang bersama fitrah manusia, seperti penumpukan kekayaan, pelestarian peninggalan, dan perolehan kejayaan. Berbagai upaya dilakukan para penguasa seperti memungut pajak, membangun gedung-gedung tinggi dan tinggi.

4. Fase menyerah dan malas
Di sini penguasa menerima apa yang ditetapkan raja-raja terdahulu dan mengikuti apa yang dilakukan penguasa-penguasa terdahulu. Negara saat ini dalam keadaan statis, tidak ada perubahan dan negara seolah berada di akhir cerita.

5. Tahap Runtuhnya Kekuasaan
Pada tahap ini, negara telah memasuki usia tua dan dilanda penyakit kronis yang hampir tidak bisa dihindari. Hingga saat keruntuhan dan kehancuran tiba.

Menurut Ibnu Khaldun, ada dua faktor penyebab terjadinya disintegrasi negara, yaitu hilangnya ashabiyah dan lemahnya sumber daya ekonomi yang kuat. Hal ini akibat dari penguasa yang ingin mengeluarkan uang secara boros sehingga negara mengalami keruntuhan baik secara politik maupun ekonomi.